Suhu panas itu menguapkan keringat yang membasahi kepala saya. Memang saya bisa dibilang manusia yang penuh dengan keringat walau hanya berjalan sebentar saja dari kosan ke ujung gang. Jakarta memang akhir ini memang sangat panas, apalagi daerah lain pun bernasib sama, seperti rumah saya di Pemalang.
"Daerah Jawa Tengah katanya kekeringan loh."
Saya terperanjak mendengarkan teman saya mengucapkan tempat saya di besarkan.
"Daerah mana saja?"
"Katanya sih hampir sebagian loh."
"Mana aja sih?"
Teman saya pun tak tahu menahu, mungkin ia pun hanya mendengar dari berita di televisi tanpa melihat detailnya.
"Fan, jarene kekeringan?"
"Ora kok."
Saya langsung menanyakan kondisi kampung halaman saya sekali lagi untuk memastikan apakah kekeringan atau tidak, dan syukurlah Pemalang dalam kondisi tak kekeringan.
Kekeringan, kata itu sering menjadi momok bagi saya. Bukan karena saya takut kehabisan air untuk mandi ataupun air bersih, namun saya lebih takut dampak yang ditimbulkan nantinya. Bayangkan saja, jika air yang semula mengalir dari hulu ke hilir itu tiba-tiba saja kering tanpa sebab. Bukan hanya tumbuhan dan hewan saja yang merasakan dampaknya, melainkan kita yang tinggal disekitarnyalah yang sangat menderita. Mungkin tidak terjadi sekarang, namun kita tidak tahu 5, 10 atau bahkan 20 tahun kedepan apa yang terjadi dengan jumlah air didunia ini. Ketakutan ini saya harapankan tidak terjadi apalagi pada anak dan cucu kita nantinya.
Sembari membayangkan apa yang terjadi, ternyata pesawat yang saya naiki telah melintas pegunungan Sindoro Sumbing. Artinya sebentar lagi kami tiba di Solo dalam rangka Jelajah Alam AQUA. Semoga pertanyaan saya selama ini tentang kekeringan dan air pun bisa terjawab secara tuntas.
Salah satu motivasi saya mengikuti Jelajah Alam bersama AQUA Danone adalah untuk menjawab beberapa pertanyaan yang ada di kepala, salah satunya adalah seberapa besar peran AQUA dalam membantu masyarakat dalam mengatasi kekeringan dan masalah air. Sedangkan kita tahu bahwa AQUA pun merupakan usaha yang bergerak dalam pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat.
Saya di sambut oleh beberapa pimpinan AQUA baik di pusat maupun di Klaten. Pak Arief Mujahidin, sebagai perwakilan dari pusat mengatakan bahwa kegiatan ini diharapkan mampu membuka mata banyak orang mengenai bagaimana peran besar yang dilakukan oleh AQUA DANONE yaitu mulai dari mengedukasi masyarakat sehingga mampu mengatasi beragam permasalahan yang terjadi di daerah seperti Klaten. Selain itu, kualitas serta peningkatan pelayanan pun terus dilakukan sebagai suatu langkah menuju pencapaian yang ramah lingkungan.
Penasaran kan dengan bagaimana cara AQUA menjaga kualitas produknya? Saya pun berkesempatan mengunjungi proses produksi dari mulai awal sampai akhir berupa kemasan karton yang sering kita jumpai jika membeli satu kardus penuh air minum kemasan.
Matahari mulai memuncak, itu tandanya kami harus segera ke arah puncak bukit yang dinamakan Gumuk Mundu. Seberapa indah bukit yang akan kita datangi? Saya juga sangat penasaran. Namun, sebelum mengunjungi bukit, kami mendatangi pengembangan bunga krisan.
Krisan adalah salah satu komoditas yang bisa dikembangkan mulai dari pembibitan, penanaman, dan perawatan. Salah satu alasan mengapa bunga krisan ini dikembangkan adalah potensi ekonomi dan juga bisa mengatasi lahan kosong yang berpotensi mengalami kekeringan di daerah hulu. Selain itu, krisan pun dapat dipanen dalam waktu relatif singkat sekitar 3 bulan sehingga bisa digantikan dengan tanaman lain seperti bunga krisan yang memiliki nilai ekonomis.
"Ini daun jati ya?"
Saya mencoba menebak daun apakah yang menjadi alas kami makan siang itu di Gumuk Mundu. Perjuangan sebelumnya, kami harus berjalan menanjak dengan tanjakan dan kecuraman yang semakin menjadi ketika kita melihat dari sisi pingir.
Dan, perjuangan menaiki bukit itu pun terbayar dengan makanan yang sangat enak. Mulai dari ayam goreng, ikan asin, tahu, tempe dan sambal, dan ternyata alas yang kami adalah daun yang guratannya mirip namun masih bisa didapatkan disekitar bukit ini.
Bukit ini pun membuka mata saya, bahwa bukan hanya tugas beberapa pihak saja untuk menjaga alam perbukitan sebagai salah satu sumber mata air. Mungkin apa yang kita tabur itulah yang akan kita tuai dalam waktu yang cukup lama, puluhan tahun berikutnya yang tidak dapat menikmati air yang melimpah saat ini.
Setelah itu kami mengunjungi pemanfaatan biogas dari kotoran sapi yang mampu menerangi rumah serta dapat dijadikan bahan bakar untuk memasak kebutuhan sehari-hari. Selain itu, produk lainnya pun dihasilkan dari peternakan sapi yaitu permen dan susu sapi segar.
Teh Telang, Beras Sehat, Pestisida Nabati merupakan produk pertanian dari Desa Polanharjo yang mampu menggerakan masyarakat sekitar sehingga mampu memanfaatkan produk inovasi yang kreatif dan diambil dari lahan mereka sendiri. Selain itu terdapat Tyto Alba, sebuah burung hantu muka monyet yang memangsa hama tikus. Seperti inilah yang dilakukan warga untuk mengatasi hama pengganggu dengan langkah yang cukup strategis.
Cerita dari Polanharjo juga berlanjut dengan hadirnya bank sampah yang memanfaatkan sampah menjadi pundi-pundi ekonomi. Lebih kreatifnya lagi,warga berhasil mengubah sampah plastik menjadi tas dan beragam produk cantik yang sangat unik. Saya tidak menyangka kalau tas warna-warni tersebut merupakan hasil olahan sampah plastik yang didaur ulang.
Dua hari Jelajah Alam bersama AQUA, saya semakin mengerti mengapa banyak hal yang dilakukan terutama partisipasi warga di sekitar hulu sampai hilir. Perjalanan ini belum selesai, kami mengunjungi Taman Kehati AQUA Klaten, kemudian mengunjungi Sumur Sumber Air yang dikelilingi banyak sekali flora dan fauna. Dapat dijelaskan bahwa banyak sekali yang mempertanyakan bagaimana cara AQUA menjaga kualitas, maka salah satunya dengan menjaga ekosistem di sekitar sumber air.
Dari sumur inilah saya memahami, betapa hulu pun memiliki peranan sangat penting bagi keberlangsungan. Hulu inilah yang mengirimkan air ke sumbernya dari hasil penampungan dan proses selama beberapa puluh tahun. Bayangkan apabila kita tidak menjaga lingkungan dan membiarkannya, maka anak cucu kitalah yang akan menanggung akibat darinya.
Selepas itulah, saatnya menyusuri sungai yang menjadi hilirnya. Kali ini kami menyusuri sungai sekaligus body rafting yang merupakan salah satu manfaat air yang dapat kita rasakan. Pada saat itu juga, kami merasakan betapa indahnya jika sungai pun tidak dijadikan sebagai tempat sampah terpanjang di dunia.
Sebagai penutup, dari Jelajah Alam ini saya bisa mendapatkan sebuah pencerahan, bahwa bukan hanya pihak perusahaan atau pemerintah saja yang bertanggung jawab atas keberlangsungan melimpahnya air. Sudah saatnya kita bersama-sama sadar bahwa air yang kita gunakan bukan hanya milik kita, sehingga bijaklah menggunakan air serta menjaga alam sebagai bagian dari menjaga sumber mata air dan sumber kehidupan bagi flora fauna. Kita hidup berdampingan dengan seluruh mahluk hidup di dunia ini.