Inisiatif Berkelanjutan Rengkuh Banyu Mahandaru, Kemasan Ramah Lingkungan dari Limbah Pelepah Pinang

11/03/2024 10:00:00 PM

Kemasan Produk Makanan Dari Pelepah Pinang - Sumber Gambar : tempo.co.id

Saat memesan makanan online, sering kali mendapati kemasan dari Styrofoam. Memang sangat praktis dan sangat murah sehingga dipilih oleh penjual makanan, namun ternyata dampaknya terhadap lingkungan pun tak main-main. Selain plastik, ternyata styrofoam pun mengancam kerusakan lingkungan yang cukup masif, terbukti dengan beberapa pulau di kepulauan seribu terdampak dengan penumpukan berbagai sampah. 

Pada tahun 2018, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), melakukan penelitian di 18 kota besar di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sekitar 0,27 hingga 0,59 juta ton sampah masuk ke laut setiap tahunnya. Styrofoam menjadi salah satu jenis sampah yang paling sering ditemukan di perairan, menimbulkan ancaman besar bagi ekosistem laut. Temuan ini menyoroti tantangan besar dalam pengelolaan sampah dan pentingnya upaya untuk mengurangi polusi laut di Indonesia.

Sampah styrofoam tidak bisa terurai dalam jangka waktu pendek, diperlukan waktu cukup lama berkisar antara ratusan hingga jutaan tahun, sehingga penumpukan akan terus terjadi jika penggunaan styrofoam tidak dikurangi atau dihentikan. Styrofoam tidak hanya berbahaya bagi lingkungan, namun berbahaya bagi kesehatan. Styrofoam mengandung benzena, salah satu zat yang dihasilkan dari bahan bakar dan tidak disarankan sebagai kemasan. Selain itu, Styrofoam mengandung Stirena, sebuah zat pemicu kanker yang terdapat di kandungan material styrofoam. 

Berawal Dari Keresahan Mengenai Styrofoam dan Plastik Bungkus Makanan

Sumber gambar : Radio 

Keresahan ini rupanya dirasakan oleh Rengkuh Banyu Mahandaru, banyak beredar kemasan produk makanan tidak ramah lingkungan seperti plastik dan styrofoam. Pada saat perjalanan di Jaipur, India, Rengkuh terkesima dengan penggunaan piring dan mangkuk kecil dari dedaunan tanaman endemik di daerah tersebut. Daun jati dikeringkan dan kemudian dibentuk sebagai piring dan mangkuk. 

"Pada saat traveling, melihat langsung pada diving di laut ternyata isinya bukan ikan melainkan styrofoam box dan plastik kemasan," Ujar Rengkuh dalam wawancara dengan Radio Idola. 

"Kebiasaan Indonesia dan India terbilang mirip tentang membuang sampah, namun di India tumpukan sampah itu organik semua, sehingga bisa dijadikan kompos. Nah, di Indonesia juga sebelumnya pun membungkus makanan dengan menggunakan daun pisang atau daun jati seperti di Semarang," Tambahnya saat mencari inspirasi di berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. 

Dengan maraknya pesanan makanan online dengan menggunakan pembungkus menggunakan plastik dan styrofoam, maka bukan tidak mungkin di Indonesia akan terjadi penumpukan sampah yang masif. Dari data SIPN, sepanjang tahun 2023 terjadi timbunan sampah di DKI Jakarta sebesar 3,14 juta ton, meningkat dari tahun 2022 sebesar 3,11 juta ton. 

Berbagai permasalahan sampah pembungkus makanan tersebut rupanya membuat Rengkuh mengubah pola hidup untuk menjawab berbagai permasalahan. Di samping itu, rupanya di pedesaan terutama di Sumatera Selatan dan Jambi terdapat limbah pelepah pohon pinang yang belum dimanfaatkan dengan baik. 

Sumber gambar : instagram @plepah_id

Ternyata permasalahan sampah dari pembungkus makanan yang harus dikurangi atau digantikan (Subtitusi) dengan pembungkus ramah lingkungan. Inspirasi dari Jaipur, India, piring dan mangkuk dari daun jati kering dan permasalahan limbah pelepah pohon pinang ternyata menjadi ide brilian. 

"Sebetulnya, di Indonesia sebelum mengenal pembungkus plastik dan styrofoam, telah membungkus makanan dengan daun pisang atau daun jati."

Bermula dengan keresahan itulah, Rengkuh kemudian mengoptimalkan limbah pelepah pohon pinang dengan membuatnya naik level menjadi produk kemasan makanan ramah lingkungan. 

Pemberdayaan Petani Pohon Pinang, Limbah Pelepah Jadi Kemasan Ramah Lingkungan 

Sumber gambar : instagram @plepah_id

Rengkuh kemudian membuat wadah bernama "Plepah", sebuah perusahaan yang mengembangkan pelepah pohon pinang yang tidak dimanfaatkan untuk kemudian diubah bentuknya menjadi kemasan ramah lingkungan pada tahun 2018. Plepah dikembangkan dibeberapa daerah yaitu Cibinong, Sumatera Selatan dan Jambi dengan memberdayakan masyarakat sekitar dengan 20 tenaga kerja yang diserap di berbagai daerah. 

Supaya pelepah pohon pinang bisa dibentuk, diperlukan peralatan seperti mesin atau alat pengepresan. Dengan mengenalkan teknologi ini ke petani lokal di Sumatera Selatan dan Jambi, Rengkuh senang bisa meningkatkan taraf hidup petani. Sebelumnya, petani hanya memanfaatkan buah pohon pinang saja, namun kini bisa mengolah pelepah yang ternyata memiliki nilai tambah ekonomi. 

Jika pelepah pohon pinang hanya dibandrol dengan harga 2000 per kilogram, kini dengan sistem koperasi, petani mendapatkan tambahan pendapatan dari 1,5 juta - 3 juta rupiah per bulan. Bahkan kini pengolahan pelepah pohon pinang ini telah melibat lebih dari 3.176 petani (854 KK) dengan luas area perkebunan sekitar 150.000 hektar. 

Meskipun produksi berjalan lancar, namun Rengkuh mengaku terkendala dengan harga jual terlalu tinggi dibandingkan produk kemasan lainnya. Saat ini, Plepah mampu memproduksi antara 2.000-5.000 kemasan per minggu dengan harga jual sekitar 2.000 per buah. 

Walaupun demikian, Plepah pun membuka pasar internasional sehingga harga produk pun bisa disesuaikan dikisaran antara 3.500 - 5.000 ke beberapa negara seperti Jepang dan Australia. Dengan terbukanya pasar internasional, maka peluang untuk melakukan ekspor dalam jumlah yang lebih besar sangat terbuka. 

Sumber gambar : instagram @plepah_id

Produk Plepah memiliki kualitas yang bagus yaitu anti air dan tahan dipanaskan sampai suhu 200 derajat celcius selama 4 menit dalam microwave dan 20 menit dalam oven sehingga bisa digunakan untuk makanan panas maupun berkuah. Tak hanya itu, sebelum diedarkan dipasaran, produk ini telah disteril dengan menggunakan sinar UV. 

Dengan start-up Plepah tersebut, Rengkuh Banyu Mahandaru bersama timnya mendapatkan apresiasi dari SATU Indonesia Awards 2023 dalam kategori kelompok. Penghargaan ini membuktikan bahwa Plepah memberikan dampak positif dalam pemberdayaan petani dan memberikan nilai tambah dari limbah pelepah pohon pinang serta mengatasi permasalahan sampah yang semakin menumpuk dari tahun ke tahun. 


Referensi :
-https://www.mongabay.co.id/2022/12/19/tidak-mudah-terurai-sampah-styrofoam-bisa-merusak-lingkungan/
-https://cimahikota.go.id/index.php/artikel/detail/938-4-bahaya-penggunaan-styrofoam--yang-wajib-diketahui
-https://www.radioidola.com/2024/rengkuh-banyu-mahandaru-sang-peduli-lingkungan-dengan-kreasi-produk-kemasan-pelepah-pinang/
-https://www.instagram.com/plepah_id
-https://www.jawapos.com/features/015264165/rengkuh-banyu-mahandaru-berdayakan-petani-olah-limbah-pelepah-pinang-jadi-kemasan-ramah-lingkungan-diekspor-ke-australia-jepang?page=2

You Might Also Like

0 Comments