Perjuangan Theresia Dwiaudina: Bidan Desa Pembangun Kesehatan di Timur Indonesia

10/22/2024 03:54:00 PM

Theresia-Dwiaudina-Bidan-Indonesia-Timur
Dokumentasi : radioidola.com

Theresia Dwiaudina, seorang lulusan kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Surabaya ini tidak membayangkan menjadi seorang tenaga medis di sebuah desa di timur Indonesia. Awalnya Theresia melamar sebagai tenaga honorer di kampung halamannya, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Perjuangan menjadi seorang bidan pun bukan tanpa pengorbanan, sebelumnya ia harus menjadi tenaga pemeriksa kesehatan ibu hamil dan keliling ke seluruh desa Uzuzozo, sebuah desa yang terletak sangat jauh dari kota Ende. Untuk menuju ke desa Uzuzozo, ia harus menempuh perjalanan sekitar 1-2 jam dengan jalan tanah berbukit dan melewati sungai dengan motor kesayangannya. Kadang Dini harus rela berjalan kaki jika melewati sungai yang tidak bisa diakses oleh motor. 

Demi mengabdi di kampung halaman, Dinny - sapaan akrab dari Theresia Dwiaudina Sari Putri pun mengemban tugas yang tak sedikit. Mulai dari kesehatan ibu dan anak, remaja hingga orang tua, semuanya ditangani tanpa mengharapkan imbalan lebih. Akhirnya, kepala desa Uzuzozo meminang Dinny, dengan gaji yang dibayarkan dari anggaran desa pada tahun 2017. 

"Awalnya saya dipinang dengan bayaran anjing," Ujar Dini, saat diwawancarai oleh Radio Idola. 

Di kawasan Nusa Tenggara Timur, jasa atau produk bisa saja ditukar dengan barang lain yang sama berharganya. Anjing merupakan hewan peliharaan yang membantu mengamankan rumah serta hewan ternak seperti sapi. 

Dengan gaji tersebut, Dini akhirnya mengabdi sebagai bidan pertama di daerah tersebut dengan panggilan hati. 

Panggilan Hati Dini Sebagai Bidan Di Uzuzozo, Ende

Theresia-Dwiaudina-Bidan-Desa-Uzuzozo
Sumber gambar : radioidola.com

Salah satu motivasi Dini menjadi tenaga kesehatan di kampung halamannya adalah akses terhadap fasilitas kesehatan di daerah Uzuzozo dan sekitarnya masih sangat minim. Akses ke puskesmas terdekat pun sangat jauh. 

"Fasilitas kesehatan disini belum ada dan akses sulit ke faskes," Ujar Dini saat menjadi bidan di daerah tersebut. 

Sehari-hari, Dini menggunakan motor kesayangannya berkunjung ke beberapa kampung. Kebetulan Dini tinggal di desa tak jauh dari Uzuzozo, namun walaupun begitu akses jalannya pun masih tanah dan kerikil. Terbayang begitu hujan turun, Dini pun terpaksa harus berjalan karena jalan pun sangat licin dan tak mudah dilalui oleh kendaraan bermotor. Untuk mencapai tempat tertentu, kadang aksesnya pun terhalang oleh lintasan sungai, mau tidak mau motornya pun diparkirkan dan Dini kemudian berjalan kaki menempuh berkilo meter ke tempat yang dituju. 

"Kalau di daerah sini, jalan kaki berkilo-kilo sudah menjadi kebiasaan, seperti ke kebun." Dini menceritakan keadaan daerahnya dalam youtube Mosato Doc, program Orang Kita. 

Manja. Satu kata yang keluar dari mulut orang Uzuzozo, jika tidak terbiasa jalan kaki berkilometer seperti yang warga lakukan. 

Menjadi satu-satunya tenaga kesehatan membuat Dini melakukan segala hal. Mulai dari penyuluh kesehatan, pendataan ibu hamil dan anak usia balita, pola asuh, jambanisasi dan beragam hal yang dilakukan terkait dengan kelangsungan kesehatan di daerah tersebut. 

"Karena saya menjadi satu-satunya tenaga kesehatan, saya melakukan semuanya dari kesehatan ibu dan anak, remaja, reproduksi sampai lansia. "

Dini mengungkapkan dengan background sebagai D3 Kebidanan, membuat tugas tersebut memberikan banyak tantangan dan pembelajaran yang jauh lebih luas dengan pendekatan personal. Seperti persalinan yang dilakukan dirumah dibantu dukun beranak, ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya, Anak-anak tidak mendapatkan pelayanan kesehatan seperti imunisasi dan posyandu, remaja tidak mendapatkan tablet tambah darah dan lansia, dengan permasalahan ini ditangani oleh seorang Theresia Dwiaudina Sari Putri. 

Berjalannya waktu, Dini melakukan pendekatan secara personal mulai dari pendataan ibu hamil dan anak, memeriksa ibu hamil secara intensif, memberikan edukasi kehamilan, edukasi imunisasi bagi balita dan pola asuh. Masyarakat pun semakin mengenal dan merasakan manfaat dari kehadiran Dini sebagai Bidan. 

Sebelum Dini datang, kebiasaan masyarakat yang tradisional dan menganut pola kesehatan yang ada sejak dulu, dan akhirnya pun pola pikir pun berubah dengan program-program yang dikenalkan ke masyarakat. 

Menjadi Bidan Ibu dan Anak Serta Pencegahan Stunting di Uzuzozo, Indonesia Timur

Sumber gambar : Kompas.id

Nusa Tenggara Timur, menjadi provinsi kedua tertinggi permasalahan Stunting di Indonesia. Pada tahun 2023, prevalensi stunting pada balita di NTT mencapai 37,9 persen, artinya dari 100 balita maka 37-38 balita mencapai stunting. 

Dini pun melakukan beberapa hal terkait dengan stunting. Secara sumber daya, NTT memiliki ragam pangan, namun justru mengalami permasalahan stunting. Setelah dilihat dari pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak di daerah Uzuzozo, orang tua hanya memberikan makanan namun tidak secara langsung berinisiatif memberikan langsung, hanya menyediakan saja di meja makan. Orang tua cenderung pasif tanpa melakukan dorongan sehingga anak pun bersedia menyantap makanan tersebut. 

Ternyata hal ini berhubungan dengan kebiasaan orang Timur, terutama NTT yang tidak menyuruh secara langsung kepada anak, karena dirasa sudah disajikan makanan tersebut, sehingga anak dituntut untuk melakukan inisiatif sendiri. Akhirnya, Dini pun memberikan pengertian bahwa anak pun membutuhkan dorongan mulai dari interaksi dalam keluarga soal makanan. 

Pada tahun 2019, Desa Uzuzozo mencatat ada 15 anak mengalami stunting, menurut Kepala Desa Iwan Ray. Namun, jumlah tersebut berhasil menurun berkat upaya Dini yang aktif memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pola asuh dan pentingnya gizi bagi anak. Dini secara konsisten menyampaikan informasi terkait cara merawat anak yang baik, sehingga masyarakat lebih sadar akan kesehatan dan perkembangan anak. Selain itu, berdasarkan data dari Desa Uzuzozo, sejak Dini mulai bekerja di desa tersebut, tidak ada lagi kasus kematian ibu melahirkan, yang menunjukkan dampak positif dari edukasi yang diberikan terhadap kesehatan ibu dan anak.

Walaupun harus door to door, Dini melakukan pekerjaan tersebut dengan penuh tanggung jawab, tanpa pamrih meski harus menerima gaji tidak dalam 1-2 bulan, harus menunggu sekitar 6 bulan kemudian barulah dana tersebut diterima. Hal tersebut tidak menyurutkan langkah Dini untuk mengabdi sebagai bidan di Uzuzozo. 

Walaupun dulunya dukun beranak memiliki peran dalam persalinan, kini Dini dan dukun beranak pun bekerja sama, Dini membantu persalinan sedangkan dukun beranak pun membantu mengurus anak yang dilahirkan sehingga semuanya terbantu.

Saat ini, angka stunting pun menurun, dibarengi dengan kualitas hidup dan pola asuh yang baik. Sementara itu, walaupun akses dan fasilitas kesehatan belum terpenuhi, namun semangat Dini untuk terus membantu warga mendapatkan apresiasi dari SATU Indonesia Award tahun 2023 dari Astra. 

Dengan apresiasi tersebut, Dini mendapatkan dana untuk mendukung program serta membeli peralatan kesehatan dan sarana prasarana kesehatan sehingga menunjang Dini dalam menjalankan tugasnya sebagai bidan di Uzuzozo. 

Referensi : 

-https://www.radioidola.com/2023/theresia-dwiaudina-sari-putri-pejuang-kesehatan-dari-ntt-peraih-satu-indonesia-awards-2023/

-https://www.cantika.com/read/1852639/theresia-dwiaudina-sari-putri-bidan-desa-yang-merangkul-dukun-bayi-dan-mengedukasi-ibu-hamil

-https://www.youtube.com/watch?v=QxeaW0O-tl8 

-https://news.detik.com/kolom/d-7439610/mengatasi-darurat-stunting-di-ntt                           


You Might Also Like

0 Comments